Pria tidak suka diperintah
wanita. Mengapa? Karena mereka takut gagal. Maka, bila wanita meminta
pria melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan pria, mereka takut
akan tampak lemah atau dicap tidak mampu. Adalah penting bagi pria untuk
tidak kehilangan muka. Demikian dikatakan John Gray, psikolog yang
menulis buku "Men are from Mars, Women are from Venus". Bukunya dibaca
oleh hampir setiap penasihat perkawinan di negara-negara besar.
Adakalanya suami bisa sangat menjengkelkan. Istri tidak boleh memilih
film yang akan ditonton di TV, dia enggan mendengarkan keluhan istri,
dia enggan berlaku manis kepada mertua.
Istri suka bangun pagi di hari Minggu, suami merasa itulah
satu-satunya hari ia bisa bangun siang. Istri minta tolong disiapkan
meja makan ketika sedang menyelesaikan masakan di dapur, suami bilang
sedang nonton sepakbola di TV. Istri ingin tinggal berdua saja di rumah
pada suatu malam, suami bilang mau ke fitness.
Deborah Tannen, profesor linguistik dari Universitas
Georgetown, menjelaskan mengapa kompromi suami-istri sulit dilakukan.
Bagi wanita, kompromi berarti kedekatan, merasa dimengerti; bagi pria
yang penting adalah kekuatan dan kemerdekaan. Ini sebenarnya berlawanan
dengan kompromi.
Selain itu, pria dan wanita punya cara berlainan dalam
mengungkapkan sesuatu. Pria lebih terus terang, tanpa basa basi, wanita
cenderung kebalikannya. Bila wanita bertanya, 'Mau nonton malam ini?'
dan dijawab 'Tidak', ia tersinggung karena yang dimaksudnya adalah 'Saya
ingin nonton'.
Begitu pula pria. Ketika ia mendengar pernyataan 'Kamu
tidak pernah memperhatikan saya', ia menganggapnya sebagai tuduhan
sehingga merasa harus membela diri. Sebenarnya pria tidak begitu
mengerti maksud susunan kata seperti itu, karena wanita hanya ingin
mengatakan 'Saya merasa diabaikan belakangan ini. Saya ingin dihibur'.
Tannen menyarankan wanita agar lebih terus terang dan
tidak bertele-tele ketika berbicara dengan pria, dan pria agar belajar
mendengarkan dengan lebih baik.
Memendam Kekesalan
Kompromi adalah sifat bawaan wanita. Ketika mereka memulai
sebuah hubungan, mereka ingin segalanya berjalan mulus. Maka mereka
menahan diri untuk tidak menanggapi setiap masalah yang timbul. Oleh
karena itu pria berasumsi bahwa bila hubungan mereka berkembang ke
tingkat pernikahan, wanita pasti akan mulai kritis, mulai meminta pria
melakukan hal-hal yang tidak terlintas dibenaknya.
Banyak wanita yang suka menyimpan kekesalannya sampai
detik-detik terakhir. Ada seorang wanita yang mengasuh sendiri kedua
anaknya sambil berkantor di rumah. Ia menyongsong suaminya yang baru
pulang kerja dengan berbagai pekerjaan rumah. Suami yang letih hanya
berkata, "Tolong ambilkan minum, nanti saya bantu". Hal ini membuat
istrinya 'meledak'. "Saya masak, mencuci, mengurus anak-anak, kerja juga
cari uang. Kamu, minum saja minta diambilkan." Alhasil, suami pergi
lagi untuk mencari minuman di bar atau kafe.
Memang mengesalkan bila pria tidak mau membantu di rumah,
kata John Gray. Tetapi menurutnya wanita sering menggunakan taktik yang
menyulitkan. Mereka memberi tanpa mengeluh, menunggu pria melakukan
sesuatu atas inisiatif sendiri. Bila inisiatif itu ternyata tidak ada,
segala kekesalan yang menumpuk dikeluarkannya. Pada saat itu wanita
merasa berhak untuk marah.
Di lain pihak, ada wanita yang ketika memulai suatu
hubungan menganggap pria itu bodoh, mudah dibentuk. Wanita yang demikian
adalah wanita yang tidak percaya diri, tegas John Gray. Ia selalu
meminta pria membuktikan cintanya dengan mengubah diri sesuai keinginan
wanita itu. Ini bukan kompromi namanya.
Salah Satu Mengalah
Kenneth Frank, direktur pelatihan National Institute for
the Psychotherapist di New York mengatakan bahwa sebenarnya wanitalah
yang sering sulit berkompromi. Kalau wanita tidak yakin akan
hubungannya, ia merasa harus menjadi pemegang kemudi. Ini pola yang
jelas-jelas tidak akan menghasilkan apa-apa.
Frank mencontohkan Emi dan suaminya. Ketika pasangan itu
datang berkonsultasi padanya, terasa seperti ada angin ribut masuk dari
pintu kantornya. Mereka terus menerus saling menghardik. Jelas bahwa
masalah mereka adalah bagaimana mencapai kesepakatan tetapi harus ada
salah satu yang menang (artinya salah satu yang lain harus mengalah).
Oleh karena itu semua perselisihan yang pernah terjadi disebut-sebut
lagi.
Emi dan suaminya terperangkap dalam pertikaian yang umum
terjadi pada suami-istri. Masing-masing begitu marahnya sehingga
kompromi menjadi sesuatu yang sama peliknya dengan perdamaian dunia.
"Saya harus membantu mereka untuk belajar saling mendengarkan," kata
Frank. Akhirnya, mereka belajar mengungkapkan kebutuhannya dan berusaha
memahami sudut pandang pasangannya. Setelah enam bulan berlalu, mereka
dapat berbicara dengan tenang dan menemukan jalan tengah.
Di Balik Hal Sepele
Pada mulanya banyak pasangan yang ingin saling
membahagiakan, tetapi tak lama kemudian mereka kehilangan semangat itu.
Masing-masing jadi ingin melihat segala sesuatu terjadi sesuai
keinginannya. Mereka jadi lebih memperhatikan perbedaan daripada
persamaan yang ada.
Ketidakmampuan berkompromi dapat timbul dalam masalah yang
sepele. Ada pasangan yang bertengkar hanya karena masing-masing merasa
lebih tahu jalan terbaik menuju toko terdekat. Ada juga yang sering
bertengkar gara-gara suami selalu memencet pasta gigi dari bagian
tengah. Sebetulnya penyelesaiannya mudah. Beli saja pasta gigi
sendiri-sendiri.
Tapi ketahuilah, seringkali di balik hal-hal yang sepele
tersembunyi masalah yang besar. Orang yang merasa tidak dihargai oleh
pasangannya namun tidak berani mengungkapkan kepedihannya, sering
mengeluarkan sakit hati itu ke soal-soal remeh.
John Gray, psikolog yang menulis Men are from Mars, Women
are from Venus itu menganjurkan suami-istri untuk mengubah pola pikir.
Bukan 'Bagaimana mendapatkan yang saya inginkan', tetapi 'Bagaimana cara
menyampaikan apa yang saya inginkan'.
Jangan sering mengeritik atau menyuruh, tetapi ungkapkan
perasaan Anda. Katakan apa yang Anda inginkan darinya, bukan apa yang
salah padanya. Cobalah melihat dari sudut pandang pasangan Anda. Tidak
perlu setuju dengannya tapi dengan mengerti dirinya, hal itu membuat dia
tidak kaku dan tidak marah.
Tidak setiap perselisihan harus diselesaikan. Suami-istri
yang bahagiapun sering berselisih, dan perselisihan itu tidak berakhir
dengan kompromi. Namun, walaupun masalahnya tidak 'selesai',
masing-masing merasa sudah didengar pendapatnya.
Memang berkompromi adalah sulit bagi kebanyakan pria. Oleh
karena itu John Gray menyarankan agar wanita menunjukkan penghargaannya
bagi upaya seremeh apapun yang dilakukan pasangannya.
No comments:
Post a Comment