Mitos atau fakta dahulu kala ada dua orang suami istri yang tinggal di satu desa tanah
Karo. Mereka hidup berbahagia karena hamper tak pernah terjadi
perselisihan di antara mereka. Hidup mereka yang sederhana mereka jalani
dengan penuh kesabaran sehingga perasaan mereka selalu tentram dan
damai.
Kebahagiaan kedua suami istri itu makin bertambah ketika mereka
memperoleh seorang anak laki-laki sebagai anak mereka yang pertama.
Sebab menurut adat mereka, anak lelaki adalah anak yang melanjutkan
keturunan mereka di kemudia hari. Sesuai dengan ketentuan adat, mereka
menyelenggarakan upacara untuk menabalkan nama anak itu. Nama yang
ditabalkan baginya ialah si Tare Iluh.
Ktika si Tare Iluh sudah berusia kira-kira satu tahun, hamil pulalah
ibunya. Kedua orang tua si Tare Iluh itu mengharapkan agar si Tare Iluh
mendapat adik perempuan. Ketika si Ibu Tare Iluh melahirkan ternyata
harapan kedua orang tuanya terkabul. Ibunya melahirkan anak perempuan,
yang kemudian diberi nama si Beru Sibou. Tentu saja kedua orang tua si
Tare Iluh merasa hidupnya semakin bahagia. Karena sudah memperoleh
sepasang anak.
Tidak lama kemudian, keluarga si Tere Iluh tiba-tiba lenyap, karena
dengan tak disangka-sangka orang tua laki-laki Si Tare Iluh meninggal
dunia. Setelah ayah si Tare iluh meninngal dunia, terpaksalah ibunya
membanting tulang setiap hari untuk mencari makan bagi kedua anaknya
tersebut. Karena terlalu lelah bekerja, ibu si Tare Iluh jatuh sakit.
Seminggu kemudian meninggal dunia. Setelah kedua orang tua mereka
meninggal dunia, si Tare Iluh dan adiknya si Beru Sibou dipelihara oleh
kerabat dekat orang tua mereka. Keadaan mereka yang yatim piatu membuat
si Tare Iluh dan adiknya si Beru Sibou semakin saling menyayangi.
Ketika si Tare Iluh sudah tumbuh menjadi pemuda maka pergi
lah ia
merantau. Sebelum berangkat ia berjanji kepada adiknya si Beru Sibou
bahwa dia akan segera kembali sesudah berhasil mengumpulkan banyak uang.
Setelah abngnya pergi si Beru Sibou merasa kehilangan segala-galanya
dan hatinya sedih sekali. Karena sejak kecil mereka tidak pernah
berpisah satu hari pun juga. Si Beru Sibou berharap abangnya si Tare
Iluh cepat kembali setelah berhasil mengumpulkan banyak uang di
perantaraan.
Harapan si Beru Sibou itu hanya harapan yang sia-sia saja. Sebab yang
dilakukan abangnya si Tare Iluh di prantauan hanyalah berjudi kalau dia
sudah mendapatklan uang. Oleh karena itu dia tidak pernah berhasil
mengumpulkan uang. Malahan uang yang telah terkumpul segera habis karena
setiap kali ia berjudi selalu kalah. Namun, dia terus juga berjudi,
karena ia berharap satu ketika ia akan menang banyak. Akhirnya utang
judinya bertumpuk-tumpuk dan tidak dapat ia bayar. Karena si Tare Iluh
tidak dapat membayar utangnya, maka dia dipasung orang. Oleh karena itu
si Tare Iluh tidak dapat kembali menemui adiknya si Beru Sibou yang
setiap hari menunggu kedatangannya dengan perasaan sedih.
Karena sudah terlalu lama si Tare Ilu tidak kembali juga maka
pergilah si Beru Sibou mencarinya meskipun dia tidak tahu dimana tempat
abangnya yang pasti. Ketika si Beru Sibou berjalan melintasi hutan untuk
mencari abangnya, dia bertemu dengan seorang lelaki yang menanyakan
hendak kemana si Beru Sibou. Dia katakana bahwa dia hendak mencari
abangnya yang bernama si Tare Iluh. Yang sudah lama pergi merantau.
Tetapi ia sendiri tidak tahu kemana tempat abangnya itu.
Kemudian lelaki itu mengatakan kepada si Beru Sibou bahwa dia pernah
mendengar cerita orang tentang seorang pemuda yang bernama si Tare Iluh.
Menurut cerita orang itu si Tare Iluh gemar sekali berjudi tetapi ia
tidak pernah menang. Akhirnya ia dipasung orang karena tak sanggup
membayar hutang judinya. Tetapi lelaki itu juga tidak tahu dimana tempat
si Tare Iluh dipasung orang.
Mendengar cerita lelaki itu si Beru Sibou menangis tersedu-sedu.
Karena kasihan sekali melihatnya, lelaki itu menganjurkan agar si Beru
Sibou memanjat pohon yang tinggi. Kalau sudah sampai di puncaknya dia
bernyanyi-nyanyi memanggil-manggil abangnya si Tare Iluh. Siapa tahu
panggilan si Beru Sibou itu itu akan terdengar oleh kakaknya.
Setelah lelaki itu berlalu, si Beru Sibou memanjat sebatang pohon
kayu yang tinggi. Setelah sampai dipuncaknya, bernyanyilah si Beru Sibou
sambil menangis memanggil-manggil abangnya si Tare Iluh. Dia juga
menyanyikan kata-kata yang memohon agar si Tare Iluh dilepaskan dari
pasungannya. Selanjutnya, sambil terus bernyanyi dengan menangis si Beru
Sibou memohon kepada Yang Maha Kuasa agar semua utang abangnya si Tare
Iluh bisa dilunasi dengan air matanya, dengan rambutnya, dan dengan
anggota-anggota tubuhnya. Karena hanya itulah yang bisa diberikannya
untuk membayar hutang-hutang abangnya. Si Beru Siboujuga memohon agar
orang-orang lain pun dapat memanfaatkan air matanya, rambutnya dan
seluruh anggota tubuhnya untuk kepentingan mereka.
Tak lama setelah si Beru Sibou selesai mengucapkan permohonannya itu,
sambil menangis menjelmalah dia menjadi pohon enau. Dengan begitu maka
air matanya menjelma menjadi nira enau, rambutnya menjelma menjadi
ijuk., dan seluruh anggota tubuhnya menjelma menjadi bagian dari pohon
enau. Semuanya itu dapat dimanfaatkan orang sesuai dengan permohonan si
Beru Sibou.
Di kemudian hari pohon enau yang merupakan penjelmaan si Beru Sibou
dapat disadap orang untuk diambil niranya yang merupakan penjelmaan air
mata si Beru Sibou. Ijuk enau yang merupakan penjelmaan dari rambut si
Beru Sibou juga diambil orang untuk dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Begitu juga bagian-bagian lain yang merupakan penjelmaan dari
anggota tubuh si Beru Sibou dapat dimanfaatkan orang untuk berbagai
keperluan.
Karena diyakini bahwa pohon enau adalah penjelmaan dari si Beru Sibou
maka pada masa dahulu di Tanah Karo terdapat kebiasaan untuk
menyanyikan pohon enau pada waktu menyadapnya untuk mendapatkan nira.
1 comment:
Aku Ingin Menjadi yang Terbaik Untukmu, Bukan yang Tercantik Bagimu/Senyuman Pertama Bukan Pandangan Pertama. "Aku mencintaimu"
Post a Comment